Peduli Dengan Anak Yatim Dan Fakir Miskin

Islam mengajarkan pada kita untuk peduli pada anak yatim, fakir, miskin, orang-orang terlantar lainnya agar orang-orang terlantar tersebut selalu disantuni. Allah swt sangat mengecam orang-orang yang mengatakan dan berbuat seperti orang beriman tetapi tidak peduli dengan anak yatim dan fakir miskin. Bahkan Allah swt mencap orang-orang yang seperti demikian sebagai pendusta agama, (QS: Al Ma,un: 1 – 3).

Allah swt berfirman:

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ
فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ
وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
Artinya:
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.

Pendusta agama itu adalah orang-orang tidak peduli pada fakir miskin, orang-orang terlantar, anak-anak yatim, adalah disebut dengan pendusta agama. Berarti kalau ia sholat sholatnya dusta. Kalau mereka baca qur’an, baca qur’annya dusta. Kalau ia sedekah, sedekahnya dusta. Kalau ia membayar zakat, zakatnya dusta! Jika ia mengerjakan Haji, maka Hajinya dusta. Dan setiap ibadah yang ia lakukan adalah dusta. Karena kepedulian sosial adalah dampak, atau manifestasi, atau implementasi atau penerapan dari agama dan Iman seseorang muslim terhadap agamanya.

Iman terhadap ajaran agama adalah melakukan amal shalih berupa juga peduli pada sesama manusia. Itulah sebabnya setiap ayat dalam al qur’an yang menyebut “orang-orang yang beriman” selalu diikuti dengan menyebut “dan orang-orang yang beramal shaleh.”

Iman dan Amal shaleh suatu deretan pernyataan yang saling berkait yang tidak bisa lepas satu sama lain. Orang tidak bisa lepas mengatakan beriman saja jika perbuatannya tidak diiringi dengan amal shaleh. Karena ajaran Islam mengajarkan perbuatan amal shaleh. Jadi demikian pula sebaliknya jika seseorang itu tidak berbuat suatu kebajikan atau amal shaleh, maka keimanannya kepada Allah ta’ala juga perlu dipertanyakan. Dalam arti umum amal shaleh ini juga termasuk menyantuni anak-anak yatim, fakir-fakir, dan orang-orang miskin.

Kepedulian sosial merupakan tema penting dari sekian banyak tema-tema dalam al-Qur’an.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 177 Allah berfirman:

لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلآئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّآئِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُواْ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاء والضَّرَّاء وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَـئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.(QS:Al Baqarah: 177)

Jadi disini jelas perbuatan ibadah seremonial saja yang disebut sebagai kebajikan atau amal shaleh tetapi juga harus diikuti dengan penghayatan dan perasaan saling mengasihi sesama manusia, peduli pada orang lain itulah disebut kebajikan, dan orang yang berbuat demikian adalah orang yang bertaqwa.

Perbuatan peduli pada orang terlantar, fakir miskin dan anak-anak yatim, bukanlah perbuatan yang mudah dilakukan, ini suatu perbuatan yang berat. Tetapi orang yang melakukan perbuatan ini diangkat derajatnya sebagai orang yang muttaqiin dan diberi oleh Allah ganjaran yang besar baik di dunia juga pahala yang besar untuk hari akhirat.

Allah swt berfirman:

وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ
فَكُّ رَقَبَةٍ
أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ
يَتِيماً ذَا مَقْرَبَةٍ
أَوْ مِسْكِيناً ذَا مَتْرَبَةٍ
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
10. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan
11. Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.
12. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?
13. (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,
14. atau memberi makan pada hari kelaparan,
15. (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat,
16. atau kepada orang miskin yang sangat fakir.

Surat Al-Balad ayat 10 sampai 16

Memberi makan pada saat kelaparan, menyantuni anak yatim dan hubungan kerabat atau orang miskin yang sangat fakir, disebut sebagai jalan yang mendaki lagi sempit. Diibaratkan sebagai jalan yang mendaki lagi sempit dikarenakan berat dan susahnya jalan yang ditempuh, dan jalan atau cara ini diambil karena ini adalah mempunyai nilai yang sangat besar. Orang-orang yang menempuh jalan ini disebut orang-orang golongan kanan, yaitu orang-orang yang beriman, yang saling nasihat-menasihati dalam kesabaran dan nasihat-menasihati dalam kasih sayang. Itulah golongan kanan.

Ada pula orang-orang yang tertipu dengan simbol-simbol status. Mereka hanya mengejar simbol-simbol tersebut, tetapi tidak dapat hakikat kemuliaan sesungguhnya. Orang itu tertipu dengan gemerlap kehidupan dunia. Tetapi apabila simbol-simbol tersebut lenyap dari hadapannya maka ia merasa terhina hidup didunia.

Allah berfirman dalam surat (al-Fajr:15-20):
فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
كَلَّا بَل لَّا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ
وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلاً لَّمّاً
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبّاً جَمّاً
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”.
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”1576.
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim1577,
dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin,
dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil),
dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.
(QS: Al-Fajr:15-20)

Allah mengecam orang-orang yang menumpuk-numpuk harta hanya untuk mengejar simbol, meraih kekuasaan dan kesenangan hidup didunia saja tanpa peduli dengan kesusahan sesama, dan kepedulian sosial. Dan Allah swt mengancam orang yang berbuat demikian dengan neraka jahim.

Allah swt berfirman:(QS: at-Takasur:1-3)
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu1599,
sampai kamu masuk ke dalam kubur.
Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),

Dalam ayat diatas Allah swt menjelaskan kepada kita bahwa kita tidak boleh menumpuk-numpuk harta yang dapat melalaikan kita pada hakekatnya peduli pada orang lain dan beramal shaleh.

Diakhir surat tersebut dijelaskan:(QS: at-Takasur:8)
kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

Karena semua harta yang ditumpuk-tumpuk dan segala kenikmatan yang diberikan Allah tersebut akan diminta pertanggungan jawabannya dihadapan Allah kelah kemana saja harta dan kenikmatan yang telah diberikan selama ini (hidup didunia), adakah dilakukan untuk perbuatan kebajikan atau amal shaleh, peduli pada orang terlantar???

September, 24 2018

PP Al Hikmah

Comments

comments